Cari Blog Ini

Selasa, 21 Juni 2011

Leptospirosis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leptospirosis adalah salah satu the emerging infectious diseases yang disebabkan oleh bakteri patogen yang disebut leptospira dan ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis). Penularan bisa terjadi secara langsung akibat terjadi kontak langsung antara manusia (sebagai host) dengan urin atau jaringan binatang yang terinfeksi, dan secara tidak langsung akibat terjadi kontak antara manusia dengan air, tanah atau tanaman yang terkontaminasi urin dari binatang yang terinfeksi leptospira. Jalan masuk yang biasa pada manusia adalah kulit yang terluka, terutama sekitar kaki, dan atau selaput mukosa di kelopak mata, hidung, dan selaput lendir mulut. Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti kucing, anjing, sapi, babi, kerbau, maupun binatang liar seperti tikus, musang, dan tupai. Di dalam tubuh hewan, leptospira hidup di ginjal dan air kemihnya. Penularan leptospirosis dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi.
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Penyakit dengan gejala tersebut diatas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai “Weil’s Disease”. Manifestasi klinis dari leptospirosis sangat bervariasi, mulai dari hanya seperti flu biasa sampai terjadinya gagal ginjal dan perdarahan paru disertai kegagalan bernafas. Gejala klinis lepstospirosis juga menyerupai beberapa penyakit lainnya, seperti penyakit demam dengue, thypus, malaria, influensa dan sebagainya. Penegakan diagnosis leptospirosis dilakukan secara laboratoris dengan menggunakan berbagai test, yaitu berupa ‘rapid test’ seperti Lateral Flow Test (LFT), Dri dot Test dan yang saat ini merupakan ‘Gold Standard’ tes yaitu Microscopic Agglutination Test (MAT). Selain tes-tes tersebut diatas, juga terdapat tes lainnya yaitu Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Test.
Secara epidemiologik, kejadian leptopsirosis dipengaruhi oleh 3 faktor pokok, yaitu faktor agent penyakit, seperti jumlah, virulensi, dan patogenitas bakteri leptospira; faktor host (pejamu), seperti kebersihan perorangan, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri ketika sedang bekerja di tempat berisiko leptospirosis, keadaan gizi, usia, dan tingkat pendidikan; dan faktor lingkungan, seperti lingkungan fisik, kimia, biologik, dan sosial. Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki curah hujan yang tinggi. Tingginya angka prevalensi leptospirosis di daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis, dapat dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga memungkinkan lingkungan tersebut menjadi tempat yang baik atau cocok untuk hidup dan berkembangbiaknya bakteri leptospira.
Lingkungan optimal untuk hidup dan berkembangbiaknya leptospira ialah pada suasana lembab, suhu sekitar 25°C, serta pH mendekati neutral (pH sekitar 7); merupakan suatu keadaan yang selalu dijumpai di negeri-negeri tropis sepanjang tahun ataupun pada musim-musim panas dan musim rontok di negeri-negeri yang beriklim sub tropis. Pada keadaan tersebut leptospira dapat tahan hidup sampai berminggu-minggu.
Angka kejadian leptospirosis di seluruh dunia belum diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan oleh belum lengkapnya sarana laboratorium, khususnya di negara-negara berkembang. Menurut laporan-laporan yang tersedia saat ini, insidens penyakit ini berkisar kira-kira 0,1-1 per 100.000 penduduk per tahun pada daerah beriklim hangat dan 10-100 per 100.000 penduduk per tahun di daerah beriklim lembab.
Angka kejadian leptospirosis di Indonesia belum diketahui secara pasti. Angka kematian akibat penyakit leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, dengan angka Case Fatality Rate (CFR) bisa mencapai 2,5%-16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia lebih 50 tahun kematian bisa sampai 56%. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3%-54% tergantung sistem organ yang terinfeksi. Apabila dikaji angka kejadian leptospirosis menurut bulan kejadian, rata-rata angka kejadian leptospirosis yang tertinggi terdapat pada bulan Januari, Februari, dan Maret yang bertepatan dengan musim hujan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka, kami dapat merumuskan beberapa masalah, diantaranya :
1. Bagaimana Etiologi dan penyebab penyakit Leptospirosis ?
2. Gejala-gejala apa saja yag ditimbulkan dari penyakit leptospirosis ?
3. Bagaimana cara penanggulangan dan pengobatan penyakit leptospirosis ?
4. Bagaimana konsep peularan penyakit leptospirosis ?
5. Bagaimana epidemiologi penyakit leptospirosis ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Meganalisa penyakit leptospirosis berdasakan epidemiologi.
2. Mengetahui konsep penularan yang diakkibatkan oleh bakteri Leptospira sp.
3. Dapat mengetahui cara penganggulangan dan pengobatan leptospirosis.
4. Mengetahui gejala klinis akibat leptospirosis.
5. Dapat mengetahui penyebab terjadinya penyakit leptospirosis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever, Slime fever (Shlamn fieber), Swam fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter dan lain-lain dengan masa inkubasi selama 4 - 19 hari.
Leptospirosis merupakan istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh semua leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Hubungan gejala klinis dengan infeksi oleh serotipe yang berbeda membawa pada kesimpulan bahwa satu serotipe Leptospira mungkin bertanggung jawab terhadap berbagai macam gambaran klinis; sebaliknya, satu gejala seperti meningitis aseptik, dapat disebabkan oleh berbagai serotipe. Karena itu lebih disukai untuk menggunakan istilah umum leptospirosis dibandingkan dengan nama serupa seperti penyakit Weil dan demam kanikola.

B. Etiologi
Bakteri penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp.. Bakteri Leptospira merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat. Bakteri Lepstospira berukuran panjang 6-20 µm dan diameter 0,1-0,2 µm. Sebagai pembanding, ukuran sel darah merah hanya 7 µm. Jadi, ukuran bakteri ini relatif kecil dan panjang sehingga sulit terlihat bila menggunakan mikroskop cahaya dan untuk melihat bakteri ini diperlukan mikroskop dengan teknik kontras . Bakteri ini dapat bergerak maju dan mundur.
Bakteri Leptospira menggunakan
Mikroskop elektron tipe scanning.

Leptospira mempunyai ±175 serovar, bahkan ada yang mengatakan Leptospira memiliki lebih dari 200 serovar. Infeksi dapat disebabkan oleh satu atau lebih serovar sekaligus. Bila infeksi terjadi, maka pada tubuh penderita dalam waktu 6-12 hari akan terbentuk zat kebal aglutinasi. Leptospirosis pada anjing disebabkan oleh infeksi satu atau lebih serovar dari Leptospira interrogans. Serovar yang telah diketahui dapat menyerang anjing yaitu L. australis, L. autumnalis, L. ballum, L. batislava, L. canicola, L. grippotyphosa, L. hardjo, L. ichterohemorarhagica, L. pomona, dan L. tarassovi. Pada anjing, telah tersedia vaksin terhadap Leptospira yang mengandung biakan serovar L. canicola dan L. icterohemorrhagica yang telah dimatikan. Serovar yang dapat menyerang sapi yaitu L. pamona dan L. gryptosa. Serovar yang diketahui terdapat pada kucing adalah L. bratislava, L. canicola, L. gryppothyphosa, dan L. pomona. Babi dapat terserang L. pamona dan L. interogans, sedangkan tikus dapat terserang L. ballum dan L. ichterohaemorhagicae.
Bila terkena bahan kimia atau dimakan oleh fagosit, bakteri dapat kolaps menjadi bola berbentuk kubah dan tipis. Pada kondisi ini, Leptospira tidak memiliki aktifitas patogenik. Leptospira dapat hidup dalam waktu lama di air, tanah yang lembab, tanaman dan lumpur.

C. Patogenesis
Masuknya kuman Leptospirosis pada tubuh hospes melalui selaput lendir, luka-luka lecet maupun melalui kulit menjadi lebih lunak karena terkena air. Kemudian, kuman akan dibawa ke berbagai bagian tubuh dan memperbanyak diri terutama di dalam hati, ginjal, kelenjar mamae dan selaput otak. Kuman tersebut dapat ditemukan di dalam atau di luar sel-sel jaringan yang terkena. Pada beberapa tingkatan penyakit dapat ditemukan fase leptospiremia, yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah infeksi. Beberapa servoar menghasilkan endotoksin, sedangkan servoar lainnya menghasilkan hemolisin, yang mampu merusak dinding kapiler pembuluh darah. Pada proses infeksi yang berkepanjangan reaksi imunologik yang timbul dapat memperburuk keadaan hingga kerusakan jaringan makin parah. Berbeda dengan infeksi oleh kuman-kuman lain, pada leptospirosis tidak dibebaskan eksotoksin oleh kuman leptospira.

Leptospira hidup dengan baik didalam tubulus kontortus ginjal. Kemungkinan kuman tersebut akan dibebaskan melalui air kemih untuk jangka waktu yang lama, meskipun kadar antibodi penderita cukup tinggi dan banyak sel-sel penghasil zat kebal dapat ditemukan di tempat-tempat yang mengalamai infeksi. Sampai sekarang tidak ada uraian yang dapat menjelaskan kejadian tersbut. Kematian terjadi karena septimia, anemia hemolitika, kerusakan hati karena terjadinya uremia. keparahan penderita bervariasi tergantung pada umur serta servoar leptospira penyebab infeksi.
Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urine (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan. Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu faktor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru . Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang .
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak . Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. . Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi . Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus .
Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita ke penderita dan tidak langsung melalui suatu media . Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva) , kontak luka di kulit, mulut, cairan urin , kontak seksual dan cairan abortus (gugur kandungan). Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi .
Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak hewan atau manusia dengan barang-barang yang telah tercemar urin penderita, misalnya alas kandang hewan, tanah, makanan, minuman dan jaringan tubuh. Kejadian Leptospirosis pada manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih selokan karena selokan banyak tercemar bakteri Leptospira. Umumnya penularan lewat mulut dan tenggorokan sedikit ditemukan karena bakteri tidak tahan terhadap lingkungan asam.

D. Perjalanan Penyakit
Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah dan jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan tubuh terutama ginjal dan hati.
Di ginjal kuman akan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial (radang ginjal interstitial) dan nekrosis tubular (kematian tubuli ginjal) . Gagal ginjal biasanya terjadi karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati berupa nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer . Pada konsisi ini akan terjadi perbanyakan sel Kupffer dalam hati. Leptospira juga dapat menginvasi otot skeletal menyebabkan edema, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis fokal . Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia sirkulasi .

Pada kasus berat akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan radang pada pembuluh darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor mata dan menetap dalam beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis dan berulang . Setelah infeksi menyerang seekor hewan, meskipun hewan tersebut telah sembuh, biasaya dalam tubuhnya akan tetap menyimpan bakteri Leptospira di dalam ginjal atau organ reproduksinya untuk dikeluarkan dalam urin selama beberapa bulan bahkan tahu.

E. Gejala Klinik Leptospirosis
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat, Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi tidak bergejala tetapi serologis positif. Sekitar 90 persen penderita jaundis ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis berat yang sering dikenal sebagai penyakit Weil. Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik. Selain itu ada Sindrom Weil yang merupakan bentuk infeksi Leptospirosis yang berat.
1. Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Pada stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta pembesaran limpa dan hati.
2. Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati. Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernapas.Gangguan hematologi berupa peradarahan dan pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun.
Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul jaundis. Pada 30 persen pasien terjadi diare atau kesulitan buang air besar (konstipasi), muntah, lemah, dan kadang-kadang penurunan nafsu makan. Kadang-kadang terjadi perdarahan di bawah kelopak mata dan gangguan ginjal pada 50 persen pasien, dan gangguan paru-paru pada 20-70 persen pasien.
Gejala juga ditentukan oleh serovar yang menginfeksi . Sebanyak 83 persen penderita infeksi L. icterohaemorrhagiae mengalami ikterus, dan 30 persen pada L. pomona. Infeksi L. grippotyphosa umumnya menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Sedangkam L. pomona atau L. canicola sering menyebabkan radang selaput otak (meningitis).
3. Sindrom Weil
Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. Kriteria penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru meliputi batuk, kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas . Disfungsi ginjal dikaitkan dengan timbulnya jaundis 4-9 hari setelah gejala awal. Penderita dengan jaundis berat lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolap kardiovaskular. Kasus berat dengan gangguan hati dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40 persen yang akan meningkat pada lanjut usia.
Komplikasi Leptospirosis
1. Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
2. Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
3. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
4. Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
5. Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
F. Epidemiologi Penyakit Leptospirosis
Leptospirosis diperkirakan merupakan penyakit zoonosis yang paling luas tersebar di dunia. Kasus-kasus dilaporkan secara teratur dari seluruh benua kecuali Antartika dan terutama paling banyak di daerah tropis. Meskipun leptospirosis bukan merupakan penyakit umum, penyakit ini sudah pernah dilaporkan dari seluruh daerah Amerika Serikat, termasuk daerah kering seperti Arizona. Antara tahun 1987-1992, 43 sampai 93 kasus dilaporkan setiap tahun.
Penyakit ini menginfeksi manusia semua usia, namun 50% kasus umumnya berusia antara 10-39 tahun. L. interrogans mempunyai dampak yang besar di daerah tropis. Sebagian besar infeksi tidak terdeteksi dan tidak terlaporkan sebab leptospirosis sering keliru dengan penyakit yang lain. Bukti-bukti yang tidak langsung menyatakan bahwa leptospirosis adalah suatu hal yang sangat penting dalam masalah kesehatan masyarakat di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Ini ditunjukkan pada penyebab utama demam yang tidak diketahui penyebabnya di Malaysia dan Vietnam, dan rate positif antibodi di Thailand sebesar 27%, di Vietnam sebesar 23%, dan 37% di daerah pedesaan Belize. Leptospirosis juga menyisakan masalah kesehatan masyarakat di sebagian Asia, Eropa Timur dan Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Laporan dari USA menyatakan bahwa jumlah penderita atau kasus pada manusia sekitar 50-150 orang/tahun.
Di Malaysia, leptospirosis pernah dilaporkan sebagai penyebab demam yang tersering. 34% kasus demam yang mengunjungi rumah sakit militer menurut Mc Crumb dkk, adalah penderita leptospirosis, tetapi Tan (1970) kemudian melaporkan bahwa leptospirosis hanya 6% saja dari keseluruhan kasus demam yang berkunjung ke rumah sakit, dengan gejala ikterus hanya dijumpai pada sekitar 2-3% kasus saja.
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia tetapi sebagian besar terjadi di daerah tropik dan subtropik dengan curah hujan yang tinggi. Penyakit ditemukan dimanapun manusia yang kontak dengan urin binatang yang terkontaminasi atau lingkungan yang tercemar urin. Jumlah kasus pada manusia di dunia yang terkena penyakit leptospirosis tidak diketahui secara pasti. Menurut laporan yang ada pada saat ini, jumlah kasus baru kira-kira 0.1-1 kasus per 100.000 per tahun pada daerah yang beriklim sedang dan 10-100 kasus per 100.000 di daerah beriklim lembab. Selama outbreak dan kelompok risiko dengan paparan yang tinggi, insiden penyakit dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000.
Angka kematian akibat penyakit leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, dengan angka Case Fatality Rate (CFR) bisa mencapai 2,5%-16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia lebih 50 tahun kematian bisa sampai 56%.Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3%-54% tergantung sistem organ yang terinfeksi.Di Kota Semarang, pada periode Januari 2002 sampai Maret 2004 angka CFR lebih tinggi dari rata-rata angka CFR nasional yaitu angka CFR tahun 2002 sebesar 33,33%, tahun 2003 sebesar 16,67% dan periode Januari-Maret 2004 sebesar 23,08%.11 Infeksi leptospira pada manusia dapat terjadi akibat paparan secara langsung maupun tidak langsung dari urin binatang yang terinfeksi. Cara lain dari penularan infeksi diantaranya adalah penanganan jaringan binatang yang terinfeksi dan proses pencernaan dari air dan makanan yang terkontaminasi. Agen penginfeksi ditularkan dari satu binatang yang carrier kepada binatang lain dengan kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan urin atau cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira. Selain itu saluran-saluran penularan infeksi antara binatang-binatang di daerah pertanian melalui infeksi kongenital atau neonatal.
Leptospirosis dapat secara mudah masuk ke tubuh manusia melalui luka atau lecet pada kulit tubuh, melalui membran mukosa intak (hidung, mulut, dan mata). Selain itu dapat masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan, droplet, urin, atau air minum. Penularan penyakit leptospirosis dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi. Penularan leptospirosis dari manusia ke manusia dapat ditularkan melalui hubungan seksual, plasenta ibu, dan air susu ibu. Urin dari pasien yang terinfeksi kemungkinan juga dapat menginfeksi.Leptospira terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Di dalam tubuh binatang tadi yang bertindak sebagai hospes reservoar, mikroorganisme leptospira hidup di dalam ginjal/air kemih. Manusia dapat terinfeksi jika terjadi kontak dengan air, tanah, lumpur dan lain-lain yang terkontaminasi oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut baru bisa terjadi bila pada kulit terdapat luka/erosi, atau bisa juga terjadi melalui selaput lendir mulut, selaput lendir mata (konjungtiva), dan selaput lendir hidung yang rusak.
Lingkungan optimal untuk hidup dan berkembang biaknya leptospira ialah suasana lembab, suhu sekitar 25°C, serta pH mendekati netral (pH sekitar 7); merupakan keadaan yang selalu dijumpai di negeri-negeri tropis sepanjang tahun, ataupun pada musim-musim panas dan musim rontok di negeri-negeri beriklim sedang. Pada keadaan tersebut leptospira dapat tahan hidup sampai berminggu-minggu.
Udara yang kering, sinar matahari yang cukup kuat, serta pH di luar range 6.2 – 8.0 merupakan suasana yang tidak menguntungkan bagi kehidupan dan pertumbuhan leptospira. Adanya pencemaran bahan-bahan kimiawi (deterjen, desinfektan, dll) juga menyebabkan leptospira mudah terbasmi. Jenis leptospira patogen ternyata tidak mampu hidup di air asin lebih dari beberapa jam, tetapi strain leptospira non-patogen (saprofit) yaitu Leptospira biflexa berhasil diisolasi dari air laut.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia. Lingkungan di sekitar manusia dapat dikategorikan menjadi lingkungan fisik, biologi, kimia, sosial budaya. Jadi lingkungan adalah kumpulan dari semua kondisi dari luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan dari organisme hidup manusia. Lingkungan dan manusia harus ada keseimbangan, apabila terjadi ketidakseimbangan lingkungan maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit. Menurut John Gordon, triangulasi epidemiologi penyebaran penyakit keseimbangannya tergantung adanya interaksi tiga faktor dasar epidemiologi yaitu agent (penyebab penyakit), host (manusia dan karakteristiknya) dan environment (lingkungan). Ketiga faktor tersebut membentuk model leptospirosis angle sebagai berikut:
Agent Host



Model Triangle Epidemiologi
Jika dalam keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan tercipta kondisi sehat pada seseorang/masyarakat. Perubahan pada satu Environment komponen akan mengubah keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit.
1. Faktor Agen (Agent Factor)
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen yang disebut Leptospira. Leptospira terdiri dari kelompok leptospira patogen yaitu L. intterogans dan leptospira non-patogen yaitu L. biflexa (kelompok saprofit).
2. Faktor Pejamu (Host Factor)
Dengan adanya binatang yang terinfeksi bakteri leptospira di mana-mana, leptospirosis pada manusia dapat terjadi pada semua kelompok umur dan pada kedua jenis kelamin (laki-laki/perempuan). Namun demikian, leptospirosis ini merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak belasan tahun dan dewasa muda (sekitar 50% kasus umumnya berumur antara 10-39 tahun), dan terutama terjadi pada laki-laki (80%).
3. Faktor Lingkungan (Environmental Factor)
Perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan masyarakat pada kejadian leptospirosis ini meliputi: lingkungan fisik seperti keberadaan sungai yang membanjiri lingkungan sekitar rumah, keberadaan parit/selokan yang airnya tergenang, keberadaan genangan air, keberadaan sampah, keberadaan tempat pengumpulan sampah, jarak rumah dengan sungai, jarak rumah dengan parit/selokan, jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah, sumber air yang digunakan untuk mandi/mencuci, lingkungan biologik seperti keberadaan tikus ataupun wirok di dalam dan sekitar rumah, keberadaan hewan piaraan sebagai hospes perantara (kucing, anjing, kambing, sapi, kerbau, babi), lingkungan sosial seperti lama pendidikan, jenis pekerjaan, kondisi tempat bekerja, ketersediaan pelayanan untuk pengumpulan limbah padat, ketersediaan sistem distribusi air bersih dengan saluran perpipaan, ketersediaan sistem pembuangan air limbah dengan saluran tertutup.




G. Pencegahan (Leavel and Clark, 1958)
Analisis kami dalam untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit, yang mengacu pada tiga tahap pencegahan yang dikenal sebagai teori five levels of prevention (Leavel and Clark), diantaraya :
1. Pencegahan Primer, dilakukan saat individu belum menderita sakit. Meliputi hal-hal berikut ;
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Dalam kegiatan promosi kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan (envirotment), upaya yang dilakukan diantaranya ;
 Memberikan pendidikan kesehatan mengenai bahaya serta cara menular penyakit, berperan dalam upaya pencegahan penyakit leptospirosis.
 Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah.
 Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
 Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan penyakit leptospirosis.
b. Perlindungan/pencegahan Khusus (Spesific Protection)
Berupa upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit leptospirosis, misalnya pemberian vaksin terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan vaskin strain lokal, mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-rumah penduduk serta daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan tersebut, pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-cara lain, melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya mempunyai resiko yang tinggi terhadap Leptospirosis dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan. Pengendalian perlu juga dilakukan pada hewan yang terinfeksi bakteri leptospira sp. Dengan pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan vaksin Leptospira.Vaksin Leptospira untuk hewan adalah vaksin inaktif dalam bentuk cair (bakterin) yang sekaligus bertindak sebagai pelarut karena umumnya vaksin Leptospira dikombinasikan dengan vaksin lainnya, misalnya distemper dan hepatitis. Vaksin Leptospira pada anjing yang beredar di Indonesia terdiri atas dua macam serovar yaitu L. canicola dan L. ichterohemorrhagiae. Vaksin Leptospira pada anjing diberikan saat anjing berumur 12 minggu dan diulang saat anjing berumur 14-16 minggu. Sistem kekebalan sesudah vaksinasi bertahan selama 6 bulan, sehingga anjing perlu divaksin lagi setiap enam bulan. Misalnya, pada anjing, sapi, babi, tikus, kucing, marmut sebaiknya di vaksin atau dibasmi.
2. Pencegahan Sekunder, dilakukan pada saat individu mulai sakit.
a. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and promp treatment). Tujuan dari tindakan ini adalah mencegah penyebaran penyakit jika penyakit tersebut merupakan penyakit menular. Dalam mencegah penyebaran penyakit leptospirosis usaha yang dapat dilakukan misalnya, pengamatan terhadap hewan rodent yang ada disekitar penduduk, terutama di desa dengan melakukan penangkapan tikus untuk diperiksa terhadap kuman Leptospirosis. Mengobati dan menghentikan proses penyakit dengan cara memutuskan rantai penyebaran bakteri leptospirosis dengan cara membasmi reservoinya yang terinfeksi bakteri leptospira sp. Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan Perilaku hidup sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi Leptospirosis tanpa biaya. Manusia yang memelihara hewan kesayangan hendaknya selalu membersihkan diri dengan antiseptik setelah kontak dengan hewan kesayangan, kandang, maupun lingkungan di mana hewan berada. Manusia harus mewaspadai tikus sebagai pembawa utama dan alami penyakit ini. Pemberantasan tikus terkait langsung dengan pemberantasan Leptospirosis Selain itu, para peternak babi dihimbau untuk mengandangkan ternaknya jauh dari sumber air. Feses ternak perlu diarahkan ke suatu sumber khusus sehingga tidak mencemari lingkungan terutama sumber air. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya dapat dilakukan beberapa hal diantaranya :
 Lapaoran kepada instansi kesehatan setempat
 Isolasi : tindakan kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh
 Desinfektan serentak : dilakukan terhadap benda yang tercemar dengan urin
 Pengobatan spesifik
b. Pembatasan kecacatan (disability limitation).
Untuk memperkecil angka kematian sebaiknya semua suspect (tersangka) penderita Leptospirosis segera dibawa ke Puskesmas/rumah sakit yang terdekat untuk segera mendapati pengobatan.
3. Pencegahan Tersier (Rehabilitasi),
Pada tahap ini, bertujuan untuk mencegah bertambah parahnya penyakit. Oleh karena itu, dalam tahap ini juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat efek samping dari penyembuhan suatu penyakit. Rehabilitasi adalah usaha pemngembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis, rehabiliyasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial

H. Pengobatan Leptospirosis
Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya (Amoxylline) Streptomycine, Tetracycline, Erithtromycine. Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai 20%. Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin.


















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptopsira sp. Dengan manifest berubah-ubah. Ciri-ciri umum dari penyakit ini adalah demam denga serangan tiba-tiba, sakit kepala, menggigil, mialgia berat (betis dan kaki) dan merah pada conjuctiva. Manifest lain yang mungkin muncul adalah demam diphasic, meningitis, ruam, anemia, perdarahan dalam kulit dan selaput lendir, gangguan mental dan depresi, myocarditis dan pnemonia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Penyakit dengan gejala tersebut diatas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai “Weil’s Disease”
Secara epidemiologik, kejadian leptopsirosis dipengaruhi oleh 3 faktor pokok, yaitu faktor agent penyakit, seperti jumlah, virulensi, dan patogenitas bakteri leptospira; faktor host (pejamu), seperti kebersihan perorangan, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri ketika sedang bekerja di tempat berisiko leptospirosis, keadaan gizi, usia, dan tingkat pendidikan; dan faktor lingkungan, seperti lingkungan fisik, kimia, biologik, dan sosial. Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki curah hujan yang tinggi. Tingginya angka prevalensi leptospirosis di daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis, dapat dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga memungkinkan lingkungan tersebut menjadi tempat yang baik atau cocok untuk hidup dan berkembangbiaknya bakteri leptospira.
Sumber penularan penyakit ini adalah tikus, babi, sapi, anjing, hamster. Ada banyak hewan lain yang dapat menjadi hopes alternatif, biasanyan berperan sebagai carrier dalam waktu singkat seperti rubah, tupai, rusa. Di Inonesia penularan penyakit ini tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Lampung, Sumatera selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat (Dep.Kes., 2005). Angka kematian tertinggi, bisa mencapai 2,5-16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia 50 tahun bisa mencapai 56%. Penderita yang disertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan jaringan hati), risiko kematian akan lebih tinggi (Dep.Kes.,2002).
Untuk pengobatan pada hewan, terutama hewan kesayangan, yang terinfeksi parah perlu diberikan perawatan intensif untuk menjamin kesehatan masyarakat dan mengoptimalkan perawatan.Antibiotik yang dapat diberikan yaitu doksisiklin, enrofloksasin, ciprofloksasin atau kombinasi penisillin-streptomisin Selain itu diperlukan terapi suportif dengan pemberian antidiare, antimuntah, dan infus. Sedangkan untuk manusia pengobatan Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin.
Pencegahanya dapat dilakukan dengan metode yang mengacu pada Leavel and Clark (1958) diantaranya dengan melakukan promosi kesehatan (healt promotion), pecegahan khusus (spesific protection), diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan kecacatan (disability limitation), rehabilitasi.



B. Saran
1. Perlu dilakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas tentang penyakit leptospirosis, pentignya menjaga personal higyene, menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi untuk menghindari masyarakat dari leptospirosis.
2. Untuk mengurangi keterpaparan dengan kotoran rodent maka disarankan perilaku kebiasaan mencuci kaki, tangan dan tubuh lainnya dengan sabun, menggunakan sepatu bot dan sarung tangan pada saat kotak dan genagan air.
3. Peran serta skateholder dalam mengembangkan Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit leptospirosis untuk melihat keadaan penyakit ini di masyarakat sehingga pemberantasan penyakit dapat dilakukan secara optimal.

Campak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat.
Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah
1. apa pengertian campak?
2. bagaimana riwayat alamiah dari penyakit campak?
3. bagaimana etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis penyakit campak?
4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian campak
2. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi dan patofisiologi dari penyakit campak
3. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak
4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit campak



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet) yang terhirup
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi. Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:

1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.

2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.







2.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak

Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap prepatogensis
b. Tahap Patogenesis
c. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

1. Tahap Prepatogensis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.

2. Tahap Patogenesis

Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap Lanjut, dan -Tahap Akhir.
• Tahap Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.



• Tahap Dini
Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:
 Panas badan
 nyeri tenggorokan
 hidung meler ( Coryza )
 batuk ( Cough )
 Bercak Koplik
 nyeri otot
 mata merah ( conjuctivitis )

• Tahap Lanjut
munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40 derajad Celsius), ingus semakin banyak, hidung semakin mampat, tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai mata merah.

3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:
 Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
 Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
 Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
 Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
 Berakhir dengan kematian.
2.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak

1. Etiologi

Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.

2. Epidemiologi

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40–100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998–1999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu sekitar 15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 1998–1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1–4 tahun dan 5–9 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih tua (10–14 tahun).

3. Patofisiologi

Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.
Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan substansia alba.




4. Gejala Klinis

Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

• Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan limfositosis.



• Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah.
Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.


• Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.








5. Diagnosis

Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.

6. Komplikasi

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:

a. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus, streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
b. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.
c. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.


d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.
e. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.

7. Prognosis

Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi4.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.


2.4 Pencegahan Penyakit Campak
a. Pencegahan

• Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.

• Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.

• Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

b. Pengobatan

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul.
Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia. Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai secara individual.

c. Campak di Indonesia

Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.

1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.

2) Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

3) Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
 Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
 Surveilans Campak.
 Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
 Pemeriksaan Laboratorium

4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.

5) Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.
Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. 18 januari 2010. 20.30
Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info. 18 januari 2010. 20.40
Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com 19 januari 2010. 01.00
Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com 19 januari 2010. 02.46

Jumat, 20 Mei 2011

Tournamet Karang Taruna Selli Cup I

Untuk yang pertama kalinya Karang Taruna selli mengadakan Tournament Sepak Bola Cup I di Desa Selli, Tournament ini di ikuti sebenyak 44 team dari berbagai Daerah. Karang Taruna merupakan salah satu wadah untuk meyalurkan kretivitas, bakat, hobi dll. Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan di Indonesia.


Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Desa / Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia dilingkungan baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah ada. Sebagai organisasi kepemudaan, Karang Taruna berpedoman pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga dimana telah pula diatur tentang struktur penggurus dan masa jabatan dimasing-masing wilayah mulai dari Desa / Kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Semua ini wujud dari pada regenerasi organisasi demi kelanjutan organisasi serta pembinaan anggota Karang Taruna baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.

karang Taruna beranggotakan pemuda dan pemudi (dalam AD/ART nya diatur keanggotaannya mulai dari pemuda/i berusia mulai dari 11 - 45 tahun) dan batasan sebagai Pengurus adalah berusia mulai 17 - 35 tahun.

Karang Taruna didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada para remaja, misalnya dalam bidang keorganisasian, ekonomi, olahraga, ketrampilan, advokasi, keagamaan dan kesenian.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Karang_Taruna)

Senin, 18 April 2011

Epidemiologi Penyakit Menular

A. Penyakit Menular yang Dapat Mengakibatkan Tingkat Kematian Tertinggi.
1. Antraks (anthrax)
penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Penyakit ini bersifat zoonosis
Masa penularan : Antraks biasa ditularkan kepada manusia disebabkan pengeksposan kepada hewan yang sakit atau hasil ternakan seperti kulit dan daging, atau memakan daging hewan yang tertular antraks. Selain itu, penularan juga dapat terjadi bila seseorang menghirup spora dari produk hewan yang sakit misalnya kulit atau bulu yang dikeringkan.
Masa inkubasi : Masa inkubasi penyakit Antraks bervariasi untuk Antraks tipe kulit 7 hari (rata-rata 1-5 hari), Antraks tipe intestinal (pencernaan) antara 2-5 hari dan Antraks tipe pernapasan (pulmonal) antara 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). (wabah)
2. Kolera (juga disebut Asiatic cholera)
penyakit menular di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae. Masa inkubasi 6 jam sampai 72 jam (rata-rata 2-3 hari) kadang-kadang sampai 7 hari. Masa penularan Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
3. Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa. Plasmodium. Berdasarkan masa inkubasi Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum) Masa inkubasi 9-14 hari, Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) masa inkubasi 8-14 hari, Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) asa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun dan Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae) masa inkubasi 7-30 hari.
Masa penularan Malaria pada manusia berkembang melalui dua fase: fase exoerythrokytik (hepatik) dan erythrokytik. Apabila nyamuk yang dijangkiti menusuk kulit manusia bagi menghisap darah, sporozoite dalam kelenjar liur nyamuk memasuki saluran darah dan bergerak ke hati. Apabila berada dalam hati organisma ini berubah bagi menghasilkan beribu merozoite, Sesetengah merozoites bertukar menjadi gametocyte jantan atau betina. Sekiranya nyamuk menggigit seseorang yang dijangkiti, ia berpotensi untuk turut menghisap gametocytes dalam darah. Kesuburan dan gabungan seksual parasit berlaku dalam perut nyamuk, dengan itu mengaktifkan nyamuk sebagai hos sah (definitive host) sebagi malaria. Sporozoites baru terbentuk dan bergerak ke kelenjar liur nyamuk dengan demikian nyamuk tersebut membawa parasit plasmodium ke manusia lainnya.
4. Demam Tifoid (Thifus)
Masa tunas (inkubasi) rata-rata 10-20 hari. Namun bisa juga hanya 4 hari, jika terinfeksinya melalui kuman yang ada di makanan.
Masa penularan melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia.
5. Ebola
Penyakit ini disebabkan oleh virus Ebola. Masa inkubasi 3 – 9 hari untuk virus Marburg dan 2-21 hari. Masa penularan dapat terjadi selama darah dan cairan tubuh mengandung virus. Lebih dari 30% sukarelawan/perawat yang merawat penderita di Sudan terinfeksi, sedangkan sebagian besar kontak di rumah tidak terinfeksi. Virus Ebola dapat diisolasi dari cairan pada hari ke-61 dan tidak ditemukan pada hari ke-76 dan hari pertama sakit pada penderita yang tertular di laboratorium
6. TB (Tuberkulosis)
TB atau KP (Koch Pulmonal) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium Tuberculosis. Masa inkubasi atau mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tubrkulosis positif kira-kira memakan waktu 2 – 10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV meningkatkan risiko terhadap infeksi TB dan memperpendek masa inkubasi. Masa penularan Secara teoritis seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan basil TB didalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna dahaknya akan tetap mengandung basil TB selama bertahun tahun. Tingkat penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut : – Jumlah basil TB yang dikeluarkan – Virulensi dari basil TB – Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet – Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi. – Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi. Pemberian OAT yang efektif mencegah terjadinya penularan dalam beberapa minggu paling tidak dalam lingkungan rumah tangga. Anak-anak dengan TB primer biasanya tidak menular.
7. HIV/AIDS (Human Im-munedeficieney Virus/Acquired Immune Defi-cieney Syndrome)
Masa inkubasi HIV/AIDS sekitar 5-10 tahun, dengan masa penularan HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani (semen), cairan vagina dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak. Sedangkan air kencing, air mata dan keringat yang mengandung virus dalam jumlah kecil tidak berpotensi menularkan HIV.
8. Penyakit DBD (Demam Berdarah Deguage)
disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari. Masa penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.
9. ISPA (infeksi saluran pernapasan akut).
Masa inkubasi ISPA tergolong lama, 14 hari. Penularannya Bakteri bisa berasal dari ludah penderita ISPA yang mengering, Debu dan udara bisa menjadi media pembawa bakteri, Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui udara, Bakteri pembawa kuman ISPA akan mudah berkembang dalam tubuh yang daya tahannya lemah.
10. Disentri
Suatu penyakit radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari, biasanya 4 hari atau kurang. Masa penularan melalui Fecal – Oral : yaitu melalui makanan atau air yang terkontaminasi dan Person to Person Contact.

B. Penyakit yang dapat mengakibatkan kecacatan
1. Kusta (Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen (leprae)) disebabkan oleh bakteri mycobakterium leprae masa penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya, yang diketahui hanya pntu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita yakni selaput lendir hidung. Masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun.
2. Cacar (herpes)
Penyebabnya adalah virus varicella-zoster. Masa inkubasi cacar air berlangsung selama 17-21 hari. Masa penularan sebetulnya sudah dimulai sebelum timbulnya kelainan kulit yaitu, pada masa inkubasi dimana 24 jam sebelum erupsi sudah menulari. Selama itu, akan menulari terus. Jadi, jangan dianggap kalau sudah sembuh tidak menularkan. Menurut penelitian, setelah 12 hari setelah sembuh, baru aman. Tapi agar lebih aman, sebaiknya 3 minggu setelah sembuh jangan melakukan kontak, supaya tidak tertular atau menularkan.
3. Polio (Poliomielitis)
Penyakit yang disebabkan oleh virus poliovirus (PV). Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari. Penularan terbawa oleh carrier dan penularan kadang-kadang juga melalui air minum atau makanan yang terkontaminasi.
4. Kaki gajah (filariasis atau elephantiasis )
Masa Inkubasi :
a. Antara 3-8 bulan tapi kadang-kadang hingga 12 bulan
b. Pada manusia antara 3-15 bulan sedangkan pada hewan bervariasi sampai beberapa bulan
c. Masa inkubasi mungkin sesingkat 2 bulan. Periode pra paten (dari saat infeksi sampai tampaknya microfilaria di dalam darah) sekurang-kurangnya 8 bulan.
Masa penularan : Seseorang bisa tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yg mengandung larva stadium III (L3), nyamuk mendapat mikrofilaria karena menggigit/menghisap darah dari penderita filariasis (manusia atau hewan) yang mengandung mikrofilaria.
5. Tetanus (lockjaw)
Masa inkubasi 1-2 minggu, penularannya Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi), toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa, Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak
6. Leishmaniosis
merupakan penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang menyebar melalui gigitan lalat pasir (Phlebotomus), dan inkubasi berlangsung selama beberapa minggu. parasit ini menyebabkan infeksi kulit seluruh tubuh, dan perdarahan hidung. Hal ini menyebabkan luka parah pada kaki dan cacat fisik sementara atau definitif. Penularannya melauli gigitan lalat pasir.


7. Chlamydia
penyakit menular seksual umum yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Chlamydia menyebabkan penyakit pada mata dan alat kelamin manusia. Infeksi Chlamydia dapat menyebabkan penderitanya mengalami kemandulan. Masa inkubasi sekitar 1- 3 minggu, penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual
8. Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis)
suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis). Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar.
9. Campak.
Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi biasa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai timbul gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Masa penularan berlangsung mulai hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal sampai hari setelah timbul ruam. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi IgM spesifik campak yang timbul pada hari ke 3-4 setelah timbulnya ruam atau untuk mendeteksi peningkatan yang signifikan untuk memastikan diagnosis campak. Kemudian terhadap semua anggota keluarga penderita juga harus dilakukan pemeriksaan. Lakukan pemeriksaan serologis terhadap seluruh darah dan organ donor untuk mencegah terjadinya infeksi melalui tranfusi atau transplantasi.
10. Hepatitis A.
Masa inkubasi virus A ini di dalam tubuh : 2-6 minggu. Penularan Hepatitis Virus A tidak ditularkan lewat darah, tidak pernah
dilaporkan adanya penderita hepatitis A pasca transfusi.
Artinya tidak pernah terjadi kasus penderita hepatitis A pada
orang yang pernah mendapat transfusi darah dari donor darah
yang mengidap virus heptitis A. Penularan Hepatitis A adalah melalui tinja ke mulut (faecal oral) maksudnya dengan perantaraan makanan atau minuman yang tercemar oleh virus A hepatitis yang berasal dari tinja penderita
Hepatitis A.

C. Penyakit Menular yang dapat mewabah
1. Yellow Fever (Demam Kuning) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Yellow fever yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Masa inkubasi 3 - 6 hari. Masa Penularan : Darah penderita sudah infektif terhadap nyamuk sebelum timbul demam dan sampai pada hari ke 3 - 5 sakit, penyakit ini sangat menular jika anggota manyarakat yang rentan dalam jumlah banyak hidup bersama-sama dengan vektor nyamuk dengan densitas yang tinggi, tidak menular melalui kontak atau benda yang bersentuh dengan penderita. Pada umumnya virus akan terus berada di tubuh nyamuk.
2. Pes atau flageu adalah infeksi yang disebabkan bakteri Yersinia pestis (Y. pestis) dan ditularkan oleh kutu tikus (flea), Xenopsylla cheopis. Masa inkubasi 2-7 hari. Penularannya erjadi dari dari percikan air liur penderita yang terbawa oleh udara.
3. Flu Burung atau Avian influenza. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1. Masa inkubasi virus flu burung adalah 2-10 hari setelah terpapar. Akan tetapi, sebagian besar kasus menunjukkan gejala setelah 3-5 hari setelah terpapar oleh virus tersebut. Penularan Flu burung (H5N1) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu pertenakan, bahkan dapat menyebar dari satu pertenakan ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggas terserang Flu Burung. Adapun orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang flu burung (H5N1) ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas.
4. Flu Babi penyakit saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1 yang sangat mudah menular. Seseorang dapat mengalami gejala flu babi seperti dibawah ini dalam waktu 24 jam-10 hari (masa inkubasi) setelah terinfeksi virus H1N1. Penularan flu babi dapat terjadi akibat kontak antara babi yang terinfeksi ke manusia atau manusia yang terinfeksi ke manusia lain. Pengolahan daging babi dengan benar dan dimasak dengan suhu 70° C (160°F) dapat mematikan virus flu babi. Penularan dari manusia yang terinfeksi ke manusia lain dapat terjadi melalui kontak udara (misal: bersin, batuk, bicara) atau melalui kontak langsung (misal: jabat tangan, menyentuh bagian tubuh penderita, berbagi makanan dan peralatan makan).
5. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) atau Syndrome Pernapasan Akut Berat Lamanya masa Inkubasi Penyakit SARS adalah 2 - 10 hari.
Penularannya melalui tetesan air ludah yang keluar dari batuk atau bersin si penderita
6. Rabies penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Masa inkubasi biasanya berlangsung 3-8 mingu, jarang sekali sependek 9 hari atau sepanjang 7 tahun; masa inkubasi sangat tergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan keadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak, dan tergantung pula dengan jumah dan strain virus yang masuk, serta tergantung dari perlindungan oleh pakaian dan faktor-faktor lain. Masa inkubasi yang panjang terjadi pada individu prepubertal.
Masa penularan Pada anjing dan kucing, biasanya 3-7 hari sebelum munclnya gejala klinis (jarang lebih dari 4 hari) dan selama periode sakit. Masa penularan yang lebih panjang sebelum munculnya gejala klinis (yaitu 14 hari) telah diamati di Ethiopia pada strain virus rabies pada anjing. Pada satu studi diketahui kelelawar mengeluarkan virus melali tinjanya 12 hari sebelum sakit, pada studi yang lain skunk mengeluarkan virus melalui tinjanya untuk palng sedikit 8 hari sebelum munculnya gejala klinis. Skunk mungkin mengeluarkan virus sampai 18 hari sebelum mati.
7. Leptospirosis penyakit akibat kencing tikus atau bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Masa inkubasi biasanya 10 hari, dengan rentang 4-19 hari. Masa penularan langsung dari orang ke orang sangat jarang terjadi. Leptospira dapat dikeluarkan melalui urin, biasanya dalam waktu 1 bulan, tetapi leptospiruria telah ditemukan pada manusia dan hewan dalam waktu 11 bulan setelah menderita penyakit akut
8. Influenza atau lebih dikenal di kalangan masyarakat flu. Masa penularan hingga terserang penyakit ini biasanya adalah 1 sampai 3 hari sejak kontak dengan hewan atau orang yang influensa. Penularannya melaui udara(air borners), percikan air liur, bersin.
9. Diare di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. masa Inkubasi relatif panjang berkisar antara 2 sampai 8 hari, dengan median antara 3-4 hari. Masa penularan
Lamanya ekskresi patogen kira-kira selama seminggu atau kurang pada orang dewasa dan 3 minggu pada kira-kira sepertiga dari anak-anak. Jarang ditemukan “carrier” yang berlarut-larut.
10. SALMONELLOSIS Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang umumnya ditandai dengan gejala enterokolitis akut, dengan sakit kepala yang tiba-tiba, sakit perut, diare, mual dan kadang-kadang muntah. Masa inkubasi penyakit ini dari 6 hingga 72 jam, biasanya sekitar 12-36 jam. Masa penularan terjadi selama sakit; lamanya sangat bervariasi, biasanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Carrier yang temporer biasanya terus menjadi acrrier selama beberapa bulan, terutama pada anak-anak. Tergantung pada serotipenya, kira-kira 1% dari orang dewasa yang terinfeksi dan 5% anak-anak < 5 tahun yang terinfeksi akan mengeluarkan organisme ini selama lebih dari 1 tahun.

Minggu, 13 Maret 2011

Penerapan Akhlak


BAB II
PENERAPAN AKHLAK

A.   Akhlak Terhadap Guru
Guru adalah orang yang memberikan pendidikan dan pengajaran baik secara formal maupun non formal. Ilmu pengetahuan yang berikan oleh para guru menyebabkan kehidupan menjadi manusia lebih maju, mempunyai peradaban yang tinggi, dapat mengatasi semua problem yang mengancam hidupnya, bahkan manusia dapat menduduki jabatan yang mulia dan terhormat.
Dalam agama islam, guru diakui sebagai orang yang  sangat utama dan istimewa, antara lain dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu :
1.      Guru adalah orang yang sangat mulia, sehingga siapapun wajib memuliakan guru, sebagai sabda Nabi Muhammad SAWMemuliakan orng kamu belajar daripadanya (H. R. Abdul  Hasan Al Mawardi).
Sabda beliau yang lain :Muliakanlah orang-orang yang mengajar Al-Qur’an karena barangsiapa yang memuliakan mereka berarti ia memuliakan Aku (H. R. Abdul Hasan Al Mawardi).
Kemudian guru, selain disebabkan karena pekerjaan mengajar atau mendidik, tetapi juga disebabkan karena guru adalah arang yang berilmu.
Demikian mulia yang menjadi guru, sampai Nabi menerangkan :
Sesungguhnya Allah SWT, malaikat-malaikatnya, penghuni-penghuni langit, dan bumi sampai semut di dalam lubangnya dan ikan di dalam laut, semuanya memohonrahmat bagi orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang banyak.
2.      Guru adalah orang yang sangat besar jasanya
Ini disebabkan karena pekerjaan guru ialah mengajarkan ilmu, sedangkan ilmu adalah satu hal yang memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya dalam kehidupan dunia, tapi juga dalam kehidupan di akhirat. Bahkan mengingat guru sebagai sumber ilmu ini, mungkn sekali dapat dikatakan sebagai orang yang sangat besar jasanya sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW kepada Mu’adz : Sungguh andaikata Allah memberi petunjuk seseorang sebagi hasil usahamu, maka hal itu adalah lebih baik bagimu daripada dunia dan segala isinya.   
3.    Guru adalah satu profesi yang sangat menguntungkan, karena amal baikNya tidak akan putus-putus, sekalipun yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :
Bila anak Adam (manusia) meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal : shadaqah jariah, ilmu yang diambil mamfaatnya, dan anak shaleh yang mendoakan kepadanya.
Dilihat dari segi usia, maka umumnya guru lebih tua dari pada muridnya, sedang orang yang muda wajib menghormati yang lebih tua. Rasulullah SAW dalam hal ini mengajarkan :Bukan dari ummatku yang tidak sayang kepada yang lebih muda dan yang tidak menghargai kehormatan pada yang lebih tua.

Di samping itu, karena guru atau dosen adalah orang yang memberikan kepada anak didiknya ke arah kesempurnaan dengan berbagai ilmu dan pengetahuan. Karena itu, seorang guru diharuskan mempunyai sifat-sifat yang terpuji untuk selanjutnya dapat mempengaruhi jiwa anak didiknya, karena kalau tidak, maka pepatah mengetakan : guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Bahkan di samping itu, seorang guru harus mempunyai persiapan ilmu yang cukup, agar dapat memberikan ilmu dan pengalaman kepada anak didiknya, karena tanpa bekal ilmu yang cukup, seorang guru tidak akan mampu memberikan sesutau kepada anak didiknya. Oleh karena itu, seorang guru minimal harus memiliki perangai sebagi berikut :
a.      Tawadlu : bersikap merendahkan diri (low profile) dan berhati lemah lembut, agar anak didiknya merasa condong kepadanya.
b.      Hendaknya bersikap penyantun dan tenang di dalam gerak-geriknya, supaya si murid dapat meneledaninya.
c.       Hendaklah suka memberi nasehat kepada murid-muridnya.
d.      Hendaklah memberikan pendidikan kepada mereka dengan pendidikan yang sebaik-baiknya.
e.      Hendaklah bersifat kasih sayang kepada para murid, agar kecintaan merekan kepada apa yang disampaikannya semakin bertambah besar.

B.   Akhlak Terhadap Tetangga dan Masyarakat
Menurut Ibnu Araby, tetangga ialah kumpulan orang-orang yang bertempat tinggal setelah menyebelah dengan tempat tinggal kita. Sebagian fuqaha membatasi pengertian tetangga dengan empat puluh buah rumah tangga dari rumah kita segenap penjuru.
Penafsiran Al Manaar, tidak membatasi tetangga dengan beberapa buah rumah dan berapa jauhnya dari rumah kita, tetapi yang penting adalah kita kembalikan kepada kebiasaan setempat.
Dari pengertian di atas, maka tetangga dapat dilihat dari dua kategori, yaitu tetangga dekat dan tetangga jauh.
Kedua kategori di atas mempunyai peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia. Mereka harus disantuni dan berbuat baik kepadanya, namun tetangga yang dekat dengan kita perlu mendapat prioritas daripada tetangga yang jauh, karena mereka lebih banyak bergaul dan berhubungan dengan kita seperti hadis  Rasulullah SAW ;
 Dari Aisyah berkata : Saya berkata, ya Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai dua orang tetangga, maka kepada siapakah saya berikan hadiah ? Rasulullah menjawab : yang lebih dekat pintunya kepadamu dari rumahmu.
Adapun yang dimaksud masyarakat di sini, adakalanya ialah keluarga dengan intinya ayah, ibu, dan anak-anak atau tetangga yang terdiri dari orang-orang yang berada di sekeliling kita. Dalam pergaulan terhadap tetangga dan masyarakat, Islam menggariskan sopan santun dan akhlak yang sangat tinggi dan luhur, sehingga sebelum kkita membeli dan mendirikan rumah tempat tinggal dianjurkan untuk memilih lingkungan masyarakat atau tetangga yang baik-baik, sebagaimana nasehat Rasulullah SAW :
(pilihlah, perhatikanlah), tetangga sebelum (mendirikan) rumah dan (pilihlah, carilah) kawan sebelum berpergian.
Adapun berbuat baik kepada tetangga ialah menyampaikan bermacam-macam kabajikan dalam batas kemampuan yang ada, misalnya :
1.      Mengucapkan salam kepadanya
2.      Mengundang untuk perjamuan serta menghadiri undanganya
3.      Menziarahi di waktu suka dan duka
4.      Bermuka manis
5.      Memberi nasehat yang baik
6.      Mendoa’kan semoga mendapat hidayah dan taufiq dari Allah SWT.
7.      Mengajak untuk meninggalkan kekufuran dan meninggatkan untuk bertaubat dari segala maksiat
8.      Memberi hadiah
9.      Menjauhkan segala sikap dan tindakan yang mungkin mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
Mengenai yang terakhir ini, Rasulullah SW memperingatkan :
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, maka janganlah ia menyakiti tetangganya.
Tindakan yang menyakiti dan mendurhakai tetangga akan mengurangi nilai kesempurnaan iman, sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW :



Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi SAW bersabda : demi Alllah seseorang itu tidak sempurna imannya (tiga kali). Kemudian Nabi ditanya oleh seorang sahabat. Hai rasulullah, siapa orang itu ? Rasulullah menjawab  yakni orang yang tidak merasa aman tetangganya dari gangguan (kejelekannya).

C.   Akhlak Terhadap Tamu
Menghormati tamu adalah satu indikasi beriman kepasa Allah SWT, bahkan merupakan akhlak Nabi-Nabi serta orang-orang saleh. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan tatakrama pergaulan, sopan santun, perkataan, dan kewajiban yang harus diberikan kepada tamunya. Demikian sabda Rasulullah SAW : “dari AbuSyuraih ra, berkata Rasulullah Saw : Barangsiapa percaya kepada Allah dan hari kiamat, hendaknya ia memuliakan tamunya bagian istimewanya : Apakah keistimewaan ? Jawab Nabi : yaitu bagiannya pada hari dan malam pertama. Dan hormat tamu itu sampai tiga hari kemudianselebihnya dari itu adalah sedekah”.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada saudatanya, sehingga menyebabkan is berdosa ? jawab Nabi : Tinggal padanya, padahal tidak mengetahui bahwa dia tidak mempunyai apa yang akan dihidangkan kepadanya.

D.   Akhlak Tehadap Alam Sekitar/ Lingkungan Hidup
Pembahasan terakhir ini, memberikan pedoman umum bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap banda-banda termsuk disini ialah dunia tempat tinggal manusia, binatang-binatang yang mengililingi manusia dan materi-materi yang bisa diolah manusia. Menurut konsep Islam, manusia diciptakan oleh Allah menjadi khalifah di bumi, yang tugasnya antara lain ; memelihara keserasian lingkungan hidup, karena ia merupakan satu mata rantai dimana unsur-unsurnya sering memerlukan yang lain, jika salah satunya musnah, maka akan merupakan bencana bagi kehidupan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Rum ayat 41 sebagi berikut :

Telah tampak kerusakan di darat dan laut, disebabkan karena perbuatan yangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang  benar).
Apabila Ayat tersebut di atas dihubungan dengan ekologi (satu jaringan ruang kehidupan yang di dalamnya tedapat jalin-jalinan di antara makhluk yang ada di dalamnya), maka hendaknya manusia menghindari hal-hal beriktu :
1.      Pembabatan hutan secara sembrono, akan merusak kesuburan tanah, akan menyebkan terjadinya banjir di musim hujan, akan mengurangi persediaan air di musim kemarau, yang akan menimbulkan bencana baik terhadap pertanian, manusia bahkan ikan untuk makanan manusia.
2.      Pengrusakan hutan bakau akan menyebabkan terganggunya pembiakan-pembiakan udang sepanjang pantai yang tadinya memberikan rezeki terhadap para nelayan.
3.      Pembuangan sampah secara sembrono dan seenakya sendiri di kota-kota, akan membentu penyebaran penyakit dan wabah, bahkan bila menyumbat saluran-saluran air akan menimbulkan banjir.
4.      Penggunaan insektisida secara berlebihan dapat menimbulkan keracunan pada manusia yang memakai buah-buahan dan dapat menggangu keseimbangan pertumbuhan binatang –bintang yang berarti mengganggu keseimbangan alam yang diciptakan Allah SWT.
5.      Perusakan cagar alam berarti menggangu jenis-jenis tanaman dan hewan yang diciptakan Allah untuk keseimbangan hidup makhluk di alam ini.
6.      Penambangan hasil tambang secara sembrono akan berarti pemborosan, sehingga akan menimbulkan bencana bagi ummat manusia di masa depan.
7.      Pembuangan limbah industri dari pabrik-pabrik dan rumah-rumah, yang tidak memenuhi peraturan, dapat menimbulkan keracunan air minum.
8.      Gas yang keluar dari cerobong asap pabrik-pabrik, dari knalpot mobil dan motor akan merusak kesehatan manusia  sekitarnya bila tidak dilakukan tindakan penyaringan.
Menghindari perbuatan-pertbuatan tersebut, dengan niat untuk tidak membencanakan sesama makhluk hidup, akan dinilai ibadah. Itu sebabnya sehingga Islam itu dikaruniakan Allah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.